Pengumuman: Buku kumpulan Analisis Saham edisi Kuartal II 2014 sudah terbit! Dan anda bisa membelinya disini (disitu juga disebutkan saham-saham apa saja yang dipilih untuk dibahas).
Daftar Landbank Emiten Properti
Salah satu metode analisis fundamental untuk saham-saham properti adalah dengan melihat kepemilikanlandbank milik perusahaan. Yang dimaksud dengan landbank adalah tanah kosong yang akan dikembangkan kemudian (kadang disebut juga ‘tanah mentah’). Semakin banyak cadangan landbank yang dimiliki sebuah perusahaan properti, maka biasanya saham perusahaan yang bersangkutan akan dianggap lebih menarik. Dasar pemikirannya adalah karena biasanya harga properti berupa tanah/lahan akan terus naik seiring waktu, bahkan jika tanah tersebut tidak diapa-apakan, sehingga nilai perusahaan pemilik tanah tersebut juga akan terus meningkat. Sementara jika diatas tanah tadi dibangun perumahan, misalnya, maka perusahaan properti yang bersangkutan akan memperoleh kenaikan nilai yang lebih tinggi lagi.
Dan ngomong-ngomong, sejauh yang bisa penulis pelajari tentang sektor properti ini, penulis belum memperoleh kesimpulan tentang apakah benar terdapat hubungan antara kepemilikan landbank dengan nilai perusahaan/emiten properti, atau dalam hal ini kenaikan harga sahamnya. Tapi baiklah, dalam hal ini kita anggap saja bahwa semakin banyak jumlah landbank, maka semakin menarik pula prospek pertumbuhan dari perusahaan properti yang bersangkutan. Jadi pertanyaannya sekarang, berapa hektar luas landbank yang dimiliki oleh tiap-tiap emiten di BEI pada saat ini? Dan perusahaan/emiten mana yang memiliki landbank paling besar?
Untuk menjawabnya, berikut adalah daftar landbank dari sepuluh emiten properti terbesar di BEI dari sisi aset. Data diurutkan berdasarkan ukuran aset perusahaan per tanggal 31 Maret 2013, dari yang terbesar (LPKR), hingga yang terkecil (DILD).
Company
|
Assets
|
Landbank (value)
|
Landbank (area)
|
Land Price
|
Rp billion
|
Rp billion
|
Hectares
|
(Rp thousand per m2)
| |
LPKR
|
27,293
|
951
|
740
|
129
|
BSDE
|
17,806
|
7,458
|
3,955
|
189
|
APLN
|
15,888
|
1,139
|
425
|
268
|
CTRA
|
15,638
|
2,291
|
1,489
|
154
|
ASRI
|
13,581
|
4,520
|
1,461
|
309
|
SMRA
|
11,272
|
1,985
|
912
|
218
|
PWON
|
8,046
|
0
|
0
|
-
|
KIJA
|
7,452
|
2,908
|
2,923
|
99
|
BKSL
|
6,305
|
1,224
|
740
|
165
|
DILD
|
6,270
|
2,914
|
1,905
|
153
|
Catatan:
1. Emiten terbesar kedua di BEI (setelah LPKR) adalah Bakrieland Development (ELTY). Namun hingga analisis ini ditulis, ELTY belum merilis laporan keuangannya untuk periode Kuartal I 2013.
2. Sementara emiten terbesar kesepuluh (setelah KIJA) adalah Duta Pertiwi (DUTI). Namun mengingat status DUTI sebagai anak usaha dari BSDE, dan saham DUTI sendiri tidak likuid, maka DUTI tidak disertakan di tabel diatas.
Oke, perhatikan. Berdasarkan data diatas, siapakah emiten pemilik landbank terluas diantara sembilan emiten properti lainnya? Benar sekali, Bumi Serpong Damai (BSDE), perusahaan properti milik Grup Sinarmas. Kepemilikan lahan BSDE yang mencapai hampir empat ribu hektar, sebagian besar (2,318 hektar) terletak kawasan pengembangan BSD City, Serpong, Tangerang. Sementara selebihnya terletak di Grand Wisata (Bekasi), Benowo (Surabaya), Grand City (Balikpapan), Cibubur, dan Karawang. Harga rata-rata tanah kosong milik BSDE terbilang cukup tinggi (Rp189,000 per meter persegi), karena lokasinya yang sangat strategis yaitu di Serpong, tepatnya arah barat daya dari lokasi pusat kota BSD City, dimana harga tanah di BSD City sendiri juga sudah selangit.
![]() |
Monumen Lambang BSD City, Serpong |
Sementara posisi kedua sebagai pemilik landbank terluas ditempati oleh Kawasan Industri Jababeka (KIJA), dengan kepemilikan landbank terutama di Tanjung Lesung (Pandeglang, Banten), dan Kota Jababeka (Cikarang). Jika dibandingkan dengan di Serpong, harga tanah di Tanjung Lesung dan Cikarang memang relatif masih rendah. Namun harga tanah di dua lokasi tersebut, khususnya di lokasi yang dimiliki oleh KIJA, bisa naik berkali-kali lipat jika perusahaan berhasil memperluas kawasan Kota Jababeka, dan membangun kawasan wisata bertaraf internasional di Pantai Tanjung Lesung. Kalau dalam waktu dekat ini, pengembangan kawasan yang bisa dan memang sedang dikerjakan adalah di Kota Jababeka, sementara Tanjung Lesung merupakan rencana jangka panjang perusahaan.
Kemudian, gelar sebagai perusahaan pemilik tanah kosong dengan harga termahal dipegang oleh Alam Sutera Realty (ASRI), dengan rata-rata harga tanah Rp309,000 per meter persegi. Penyebabnya adalah karena ASRI baru saja membeli sebidang tanah seluas sekitar 20 hektar di Kecamatan Pinang, Tangerang, dari perusahaan properti lainnya yaitu Modernland Realty (MDLN), dengan harga premium, yakni Rp2 juta per meter. Entah apa pertimbangan manajemen hingga berani membayar pada harga setinggi itu, namun kalaupun tanpa tanah yang dibeli dari MDLN tersebut, rata-rata harga tanah milik ASRI masih di kisaran dua ratus ribuan per meter persegi. Saat ini ASRI adalah ‘penguasa’ Kawasan Pasar Kemis dan Pinang, dan dua-duanya terletak di Tangerang, tak jauh dari Serpong.
Oke, lanjut. Kalau anda perhatikan kembali tabel diatas, ternyata ada satu emiten properti yang nggak punya landbank sama sekali. Dia adalah Pakuwon Jati (PWON). Penulis sendiri agak bingung kenapa perusahaan properti asal Surabaya ini nggak punya cadangan tanah kosong, namun mungkin itu karena mereka adalah spesialis pengembang kawasan properti terpadu dalam ruang yang sempit di tengah kota besar, yang biasa disebut dengan superblok. Superblok adalah area seluas 2 hingga 3 hektar saja (atau maksimal 5 hektar) yang terdiri dari mall, menara-menara perkantoran, apartemen, hingga hotel. Dan untuk membangun proyek properti seperti ini memang tidak dibutuhkan tanah yang luas, karena bangunannya berbentuk vertikal keatas (gedung pencakar langit, alias high rise building).
Meski demikian, dalam hal ini bukan berarti PWON nggak punya aset berupa tanah kosong. Namun dalam laporan keuangan perusahaan, aset tanah kosong itu disebut sebagai ‘tanah matang’ (bukan tanah mentah), alias tanah yang sudah mulai dikembangkan. Kalau anda baca lagi tabel kepemilikan landbank diatas, seluruh landbank yang tercantum merupakan tanah yang sama sekali belum dilakukan pengembangan apapun terhadapnya (kecuali mungkin dipagerin), alias masih berupa tanah yang benar-benar kosong. Kebetulan pada periode Kuartal I 2013 ini, PWON sedang tidak memiliki aset tanah berupa landbank tersebut.
Nah, jika anda kritis, maka anda akan bertanya: Jika yang dimaksud dengan landbank adalah aset tanah mentah, lalu dimana kita bisa melihat aset tanah matang, termasuk tanah matang milik PWON diatas? Jawabannya, dipersediaan real estate. Di laporan keuangannya, setiap emiten properti mencantumkan kepemilikan persediaan aset real estate, yaitu aset yang terdiri dari tanah matang, bangunan dalam penyelesaian, hingga bangunan yang sudah siap jual. Berikut datanya:
Company
|
Inventories
|
Rp billion
| |
LPKR
|
11,224
|
BSDE
|
3,255
|
APLN
|
1,671
|
CTRA
|
3,306
|
ASRI
|
2,754
|
SMRA
|
2,841
|
PWON
|
1,210
|
KIJA
|
665
|
BKSL
|
938
|
DILD
|
1,574
|
Ternyata, Lippo Karawaci (LPKR) bukan hanya merupakan perusahaan properti terbesar di BEI dari sisi aset, tetapi juga merupakan perusahaan terbesar dari sisi kepemilikan persediaan real estate. Secara keseluruhan, LPKR memiliki persediaan senilai Rp11.2 trilyun, yang terdiri dari kawasan pembangunan kota (urban development), kawasan apartemen dan pusat perbelanjaan, medical center, hotel, restoran, dan infrastruktur rekreasi dan olahraga. Sebagian besar dari persediaan real estate tersebut terletak di Jabodetabek, namun ada juga yang terletak di Karawang, Bali, hingga Makassar. Yup, areal operasional LPKR tidak hanya di Karawaci saja, melainkan tersebar dari Medan hingga Manado, baik melalui perusahaannya sendiri maupun melalui anak-anak usahanya. Dua perusahaan properti yang listing di bursa, yakni Lippo Cikarang (LPCK) dan Gowa Makassar Tourism Development (GMTD), juga merupakan anak usaha dari LPKR ini.
Sementara perusahaan pemilik persediaan real estate terkecil adalah KIJA, dan ini agak kontras dengan cadangan landbank-nya yang merupakan kedua terluas setelah BSDE. Namun mengingat bahwa KIJA sama sekali belum melakukan pengembangan apapun terhadap tanah kosongnya yang terletak di wilayah perluasan Kota Jababeka, Cikarang, apalagi yang di Tanjung Lesung, maka hal ini bisa dipahami.
Terakhir, satu lagi pertanyaan yang harus dijawab adalah, bagaimana status dari lahan landbank maupun persediaan real estate yang dimiliki oleh kesepuluh perusahaan properti diatas? Apakah aset-aset tersebut diperoleh menggunakan utang, ataukah menggunakan uang sendiri? Nah, jika kita hendak memperinci bagaimana kesepuluh emiten properti diatas memperoleh tiap-tiap asetnya masing-masing, entah itu aset landbank, tanah matang, hingga bangunan, maka analisisnya akan membutuhkan waktu lama, karena data yang harus dicek kelewat banyak. Karena itulah, yang penulis perhatikan disini hanyalah data utang yang mengandung bunga(istilahnya interest bearing debt) dari tiap-tiap emiten, dalam hal ini utang bank dan obligasi. Dan berikut datanya:
Company
|
Assets
|
Debts
|
Debt to Asset Ratio
|
Rp billion
|
Rp billion
|
(%)
| |
LPKR
|
27,293
|
7,349
|
26.9
|
BSDE
|
17,806
|
1,035
|
5.8
|
APLN
|
15,888
|
4,391
|
27.6
|
CTRA
|
15,638
|
1,468
|
9.4
|
ASRI
|
13,581
|
4,326
|
31.9
|
SMRA
|
11,272
|
1,388
|
12.3
|
PWON
|
8,046
|
2,460
|
30.6
|
KIJA
|
7,452
|
2,018
|
27.1
|
BKSL
|
6,305
|
617
|
9.8
|
DILD
|
6,270
|
1,009
|
16.0
|
Perhatikan, yang penting untuk diperhatikan di tabel diatas mungkin jumlah utang dari tiap-tiap emiten, melainkan berapa persentase utang tersebut terhadap aset. Dan ternyata, yang terbesar adalah ASRI, dimana utang bank dan obligasinya tercatat total Rp4.3 trilyun, dan itu mencapai 31.9% dari total asetnya yang sebesar Rp13.6 trilyun. ASRI sendiri dalam satu tahun terakhir memang menerbitkan dua obligasi di Singapura, senilai masing-masing US$ 175 dan 225 juta, dimana dananya digunakan untuk mengakuisisi landbank di Pasar Kemis dan Pinang, Tangerang, dan itu sebabnya ASRI memiliki cadangan landbank yang cukup luas. Well, entahlah, tapi kalau penulis sendiri melihat tindakan leverage yang dilakukan ASRI ini sedikit nekad ya, karena tentunya tidak ada jaminan bahwa sektor properti akan terus booming seperti sekarang ini hingga 5 – 10 tahun kedepan. Tapi mungkin pihak manajemen perusahaan punya pendapat berbeda.
Sementara beberapa emiten properti yang utangnya terbilang kecil adalah BSDE, Ciputra Development (CTRA), dan Sentul City (BKSL). BSDE sendiri memang tidak membutuhkan dana dari pinjaman bank ketika mulai menambah kepemilikan aset-aset landbank dan real estate-nya sejak tahun 2010 lalu, karena di tahun 2010 tersebut perusahaan meraup modal sekitar Rp5 trilyun dari proses right issue-nya, dengan pembeli siaganya ketika itu adalah Grup Sinarmas sendiri (melalui Sinarmas Sekuritas). Mungkin Grup Sinarmas sejak tahun 2010 tersebut sudah melihat peluang bahwa industri properti di Indonesia bakal booming dalam beberapa tahun kedepan, dan hal itu kemudian memang terbukti.
Okay, jadi kesimpulannya? Ya silahkan anda simpulkan sendiri. However, karena untuk memilih saham properti yang bagus tidak bisa hanya dilakukan dengan melihat jumlah landbank, aset real estate, hingga jumlah utang dari tiap-tiap perusahaan, maka artikel ini sejatinya belum bisa menjadi panduan untuk memilih saham mana yang terbaik dari kesepuluh saham properti diatas. Tapi mudah-mudahan, data-data yang disajikan disini bisa menjadi informasi tambahan bagi anda yang berminat untuk berinvestasi di saham properti, dimana analisis yang lebih lanjutnya bisa anda kerjakan sendiri di rumah.
By Teguh H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar