Asal-usul Festival Ullambana dapat ditelusuri kembali ke cerita yang aslinya berasal
dari India, tetapi kemudian mengambil alih arti budaya Cina seperti motif yang muncul dalam sebuah cerita dalam
kitab Sutra Ullambana.
15 Juli kalender lunar disebut sebagai Festival Ullambana / Yu Lan Jie ( 盂兰盆 ) disebut juga Chao Du Fa Hui ( 超渡法会 ) untuk umat yang percaya Buddha Mahayana.
Kata "Ullambana" adalah transliterasi dari bahasa Sanskerta.
"Ullam" berarti tergantung oleh kaki, yang mengacu berada di selat
sakit, sedangkan "bana" adalah kapal yang digunakan untuk menahan
korban.
Kisah ini terkandung dalam koleksi kanonik sutra pendek yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Cina oleh Gautama Samghadeva antara tahun 397
dan 398. Kita menemukan penjelasan tentang bagaimana Buddha
mengajarkan Monggalana membantu ibunya yang menderita di alam
bawah Hantu Lapar.yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Cina pada akhir abad keempat.
Yu
Lan Pen ( 盂兰盆 ) konon disusun untuk mendorong umat Buddha agar menjadi
lebih berbakti, dengan mengikuti adat Cina dalam memperingati leluhur
mereka sehingga menjadi populer
di berbagai daerah Cina.
Dalam Sutra Ullambana, Monggalana awalnya adalah seorang pemuda Brahmana yang kemudian ditahbiskan dan kemudian menjadi salah satu murid utama Buddha. Monggalana juga dikenal memiliki kekuatan sihir yang besar, suatu sifat umum di antara para bhikkhu.
Setelah
ia mencapai arahat, ia mulai berpikir secara mendalam tentang orang
tuanya dan bertanya-tanya apa yang terjadi pada mereka.
Dia menggunakan kesaktiannya untuk melihat di mana orang tuanya terlahir
kembali dan dia menemukan ayahnya di surga yaitu di tempat para Dewa dan melihat bahwa ibundanya
tumimbal lahir di alam Neraka Avicci, sebagai akibat akusala karma
(karma buruk) yang telah dilakukannya semasa ia masih hidup.
Sebagai seorang anak yang berbakti dan sangat menyayangi orangtuanya,
Maha Moggalana merasa berkewajiban untuk menolong ibundanya yang sedang
menderita. Dia berusaha memberikan makanan dan minuman kepada ibundanya.
Tetapi segala makanan dan minuman tersebut seketika berubah menjadi
bara api begitu disentuh dan dimakan oleh ibundanya. Maha Moggalana
mengerahkan seluruh kemampuan dan kesaktiannya, namun semua usahanya itu
sia-sia belaka.
Merasa tak berdaya, Maha Moggalana kembali ke
dunia manusia. Kemudian dengan penuh sujud ia memohon petunjuk gurunya,
Buddha Sakyamuni, untuk menolong ibundanya agar terbebas dari
penderitaan di alam Neraka Avicci.
Melihat usaha Maha Moggalana
yang bersungguh hati ingin berbakti dan membalas budi orang tuanya, maka
dengan penuh Maha Maitri Karuna (Welas Asih) dan Maha Prajna
(Bijaksana), Buddha Sakyamuni memberikan petunjuk kepada siswanya agar
ia memberikan dana paramita kepada Para Arya Sangha dan setelah itu
memohon Arya Sangha mengadakan suatu upacara guna menolong meringankan
penderitaan ibundanya.
Maha Moggalana merasa amat gembira dan
dengan penuh rasa bakti segera melaksanakan petunjuk Gurunya. Ia
mempersembahkan dana paramita dari hasil Pindapatta-nya kepada para
Sangha, dan kemudian memohon para Arya Sangha mengadakan suatu upacara
penyaluran jasa untuk menolong ibundanya.
Setelah menerima dana
paramita dari Arahat Moggalana, para Arya Sangha kemudian mengadakan
upacara dengan membaca mantra, dharani dan ayat-ayat kitab suci, yang
mana semua jasa dan pahala dari upacara ini disalurkan kepada ibunda
Arahat Moggalana dan juga kepada makhluk-makhluk lain di tiga alam
sengsara.
Sewaktu upacara dilaksanakan, terjadilah berbagai
keajaiban, api neraka menjadi padam, segala penderitaan berubah menjadi
kegembiraan dan kedamaian, makhluk-makhluk di alam Neraka setelah
menerima getaran suci hasil pembacaan dharani tersebut, terbebaslah
mereka dari penderitaannya.
Ibunda Maha Moggalana segera
tertolong dan tumimbal lahir di alam yang lebih baik, begitu pula
makhluk-makhluk di tiga alam sengsara lainnya, ikut menikmati hasil
jasa dan pahala dari diadakannya upacara ini, sehingga merekapun dapat
tumimbal lahir ke alam lain sesuai dengan kondisi karmanya. Semua
makhluk turut bersuka cita atas peristiwa ini.
Karena demikian besar manfaatnya tersebut, maka sampai sekarang
upacara tersebut masih terus diselenggarakan setiap setahun sekali.
Tradisi dari penyelenggaraan upacara ini merupakan salah satu cara
melestarikan ajaran Hyang Buddha membalas budi dan menolong para makhluk
di alam Samsara, yaitu Alam Neraka dan Alam setan gentayangan.
Oleh karena itu semangat dari Ulambana adalah menolong para makhluk
yang sengsara, maka dikemudian hari dikembangkan dengan menganjurkan
para umat yang mampu untuk memberikan sedekah (Dana Paramita) kepada
fakir miskin.
Sehingga, sampai saat sekarang terlihatnya saat tiba bulan
7 para umat menyisihkan uangnya yang ada untuk memberikan sumbangan
beras, sandang pangan lainnya yang kemudian disalurkan oleh para
pengurus Vihara kepada fakir miskin dan yatim piatu.
Hyang Buddha Sakyamuni
menamakan upacara ini dengan nama Upacara Ullambana, yaitu suatu upacara
untuk menolong makhluk-makhluk yang karena karma buruknya tumimbal
lahir dan menderita di 3 alam sengsara.
Selanjutnya upacara ini
dilakukan tiap tahun sampai sekarang. Demikianlah asal mula diadakannya
Upacara Ullambana yang tetap diperingati setiap tahun sampai sekarang,
Upacara ulambana biasanya diadakan mulai tanggal 15 bulan 7 sistem
penanggalan lunar sampai akhir bulan 7 tersebut. Puncak penutupan
upacara jatuh pada tanggal 29 atau 30 bulan ke 7, yang merupakan pula
Hari Kebesaran Ksitigarbha Bodhisattva (Ti Cang Wang Pho sat).
Festival Ullambana (
Chao Du Fa Hui / 超渡法会 ) maknanya adalah Pelimpahan jasa pahala kepada
leluhur, yang dalam Buddhisme mencakup dua makna yaitu satu adalah untuk
mengajak orang agar mendermakan makanan bagi para biarawan Buddha, yang
lainnya
adalah untuk mengingatkan orang untuk melakukan perbuatan amal
sehingga dapat melepaskan jiwa leluhur yang berdosa dan juga sebagai
wujud bakti.
Untuk Buddha Mahayana, bulan lunar kedelapan adalah bulan sukacita.
Hal ini karena hari kelima belas bulan ke tujuh sering dikenal sebagai
hari yang menyenangkan Buddha dan hari bergembira bagi para bhikkhu. Asal-usul hari menyenangkan Buddha dapat ditemukan di berbagai kitab suci.
Ketika Sang Buddha masih hidup, murid-muridnya bermeditasi di hutan India selama musim hujan dan musim panas.
Tiga bulan kemudian, pada lima belas hari bulan yang ketujuh, mereka
akan muncul dari hutan untuk merayakan selesainya meditasi mereka dan
melaporkan kemajuan mereka kepada Sang Buddha.
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk
mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar